Permintaan Komisi Pemilihan Umum agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan peraturan presiden soal penunjukan langsung logistik Pemilu 2009 diprotes banyak kalangan. Mereka mencurigai ada kepentingan politik di balik upaya ini.
Hal itu disampaikan oleh Fahmi Badoh dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Arif Nur Alam dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) di Jakarta, Sabtu (10/1).
Mereka menilai alasan yang dikemukakan KPU untuk meminta peraturan presiden (perpres) penunjukan langsung sama sekali tidak berdasar.
”Fitra menolak kalau alasannya waktu, itu tidak berdasar. Kalau dari hasil kajian dan diskusi kami dengan para ahli, penunjukan langsung dan tender sebenarnya terpaut hanya 6 hari saja. Jadi alasan itu tidak mendasar,” kata Arif.
Ia menilai kondisi yang terjadi sekarang ini bukan kondisi darurat, tetapi karena perencanaan KPU yang buruk.
Selain itu, KPU juga dinilai tidak teliti dan profesional dalam mengikuti tahapan-tahapan pemilu seperti yang ditentukan bersama.
”Apakah KPU hanya ingin menggunakan tangan Presiden melalui perpres, bisa juga sebaliknya, sangat mungkin Presiden menggunakan KPU untuk kepentingannya di pemilu,” kata Arif.
Dua kepentingan
Arif melihat ada dua kepentingan di balik terbitnya perpres penunjukan langsung, yaitu untuk melindungi pengusaha yang ingin mendapatkan proyek KPU dan juga melindungi kepentingan politik tertentu.
”Perpres ini lahir seakan-akan sudah direncanakan. Kalau becermin dari kinerja KPU yang tidak konsisten, mulai dari panitia tender yang terlambat terbentuk, orang-orang yang masuk dalam kepanitiaan pengadaan setelah diteliti ternyata bukan orang-orang profesional, tetapi titipan. Kenapa harus ada orang Depdagri? Keterampilan dan disiplin ilmu mereka tidak memadai, tetapi mereka ada di situ,” tutur Arif.
Terkait itu semua, Arif meminta agar perpres penunjukan langsung tidak dipaksakan untuk keluar.
”Jika perpres ini sampai keluar, ini menandakan bertolak belakang dengan komitmen Presiden Yudhoyono dalam pemberantasan korupsi. Kalau dipaksakan keluar, kami akan ajukan judicial review,” kata Arif.
Suap
Fahmi Badoh menilai ancaman yang akan muncul apabila perpres penunjukan langsung ini jadi keluar adalah, rekanan-rekanan yang selama ini dekat dengan KPU akan mudah mendapat konsesi proyek pengadaan logistik dan problem manajemen aset pemilu.
”KPU sekarang sebenarnya lebih mendapat kemudahan karena logistik sudah disiapkan dari pilkada-pilkada. Jadi tidak ada alasan membuat perpres. Perpres penunjukan langsung tidak etis dibuat karena sebenarnya KPU bisa melakukan penyederhanaan pengadaan,” kata Fahmi.
Menurut Fahmi, KPU tidak sadar bahwa kasus korupsi KPU 2004 lebih banyak soal suap dari rekanan.
Apabila dilakukan penunjukan langsung, katanya, subyektivitas akan semakin tinggi dan meningkatkan peluang suap serta mendistribusikan suap ke daerah.
”Perpres penunjukan langsung bisa menjadi tekanan dari parpol-parpol yang mendorong perusahaan-perusahaan tertentu agar mendapat proyek di KPU. Ini pengalaman dari Pemilu 2004,” tutur Fahmi. (Kompas)
Post a Comment