Kendati tergolong sebagai negara termiskin di dunia, Korea Utara diyakini memiliki lebih dari 800 rudal balistik. Rudal-rudal itu digunakan oleh Korea Utara sebagai ”nilai tawar” bagi apa pun yang diinginkan negara itu, di antaranya bantuan kemanusiaan bagi rakyatnya dari sejumlah negara.
Korea Utara pertama kali memperoleh rudal taktis dari Uni Soviet tahun 1969. Akan tetapi, rudal Scud pertama Korut dilaporkan datang dari Mesir tahun 1976. Mesir diyakini telah menyuplai Korut dengan rudal Scud-B sebagai imbalan atas dukungan Korut melawan Israel semasa Perang Yom Kippur.
Tahun 1984, Korut membuat sendiri rudal Scud-Bs dan mengembangkan dua versi baru, Scud-C dan Scud D. Sejak saat itu, Korut mengembangkan rudal jarak menengah, Nodong, dan rudal jarak jauh yang berbasis pada teknologi Scud, Taepodong.
Rudal Scud-B bisa menjangkau jarak 300 kilometer, Scud-C bisa menjangkau hingga 500 km, dan Scud-D menjangkau hingga 700 km. Ketiga jenis rudal itu telah diuji coba dan digunakan. Semuanya memungkinkan Korut menyerang wilayah mana pun di Korea Selatan.
Rudal Nodong diperkirakan bisa mencapai sekitar 1.000 km dan bisa membawa hulu ledak nuklir. Nodong bisa menghantam sebagian besar wilayah Jepang, tetapi tidak akurat.
Rudal Taepodong-1 bisa mencapai jarak 2.200 km, tetapi disebut-sebut kurang akurat daripada Nodong. Pada 31 Agustus 1998, Korut menguji coba Taepodong-1 di utara Jepang dan Samudra Pasifik. Waktu itu, Korut menyatakan aktivitas itu adalah peluncuran satelit.
Tahun 1999, Korut berjanji akan membekukan uji coba rudal jarak jauh. Akan tetapi, Korut kemudian mengancam akan melakukan moratorium uji coba rudal jika Washington tidak memulai lagi kontak guna normalisasi hubungan kedua negara.
Pada 10 Januari 2003, Korut mengumumkan menarik diri dari Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT). Hal itu membuat Korut leluasa menguji coba rudalnya, termasuk peluncuran Taepodong-2 yang gagal tahun 2006.
Cari perhatian
Dengan peluncuran roket hari Minggu (5/4), yang diklaim sebagai satelit komunikasi, Korut ”sukses” mendapatkan apa yang dicarinya. Mata dunia kini mengarah pada negara itu.
Bagi pemimpin Korut, Kim Jong-Il, risiko yang diambilnya barangkali sepadan dengan yang diperolehnya. Kim butuh sesuatu untuk mengonsolidasi kekuatan di dalam negeri. Kim diyakini mengalami stroke yang membuat dia menghilang dari hadapan publik sejak Agustus 2008.
Peluncuran satelit itu juga memberi propaganda yang cukup bagi Kim untuk mendorong perlombaan di ruang angkasa dengan rivalnya, Korea Selatan. Korsel berencana meluncurkan satelit miliknya sendiri ke orbit pada tahun ini.
Analis menilai, ”penonton” aksi Kim kali ini sebenarnya adalah Presiden AS Barack Obama. Tidak lama setelah peluncuran roket, Obama langsung melancarkan kecaman.
”Korut tampaknya mengira bahwa posisi tawarnya telah menguat saat ini karena memiliki nuklir dan rudal,” kata Shunji Hiraiwa, pengamat dari Shizuoka Prefectural University di Jepang.
Pyongyang memang hanya memiliki sedikit aset untuk tawar-menawar. Selama bertahun-tahun, Korut memanfaatkan program senjata nuklir sebagai kartu truf. Negara itu berjanji akan meninggalkan ambisi nuklir dengan imbalan bantuan, tetapi mengancam akan menembakkan senjata nuklir jika tidak mendapatkannya.
Sejauh ini, cara itu menjadi strategi yang efektif. Setidaknya, Washington mau kembali ke meja perundingan setelah beberapa peluncuran rudal sebelumnya.
Post a Comment