Berita Indonesia
Indonesian Politics and Election news

Pimpinan 21 Parpol Datangi KPU

Labels: ,
Sebanyak 21 pimpinan partai politik peserta pemilu di Kota Bandung, Rabu (15/4), mendatangi Kantor KPU Kota Bandung. Mereka menyatakan menolak hasil pemilu legislatif dan menuntut diadakan pemilu ulang.

Para pimpinan parpol itu menilai, pemilu legislatif pada Kamis lalu merupakan yang terburuk setelah reformasi. Hal ini terlihat dari keruwetan daftar pemilih tetap (DPT) yang diduga terencana dan kecurangan dalam penghitungan suara.

"Masalah DPT terjadi hampir di semua wilayah Bandung. Menurut analisis saya, daftar yang digunakan pada pemilu lalu merupakan hasil rekayasa," kata Ade Budiman, Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Partai Nasional Benteng Kerakyatan (PNBK) Indonesia Kota Bandung, Rabu.

Bersama pengurus dari 20 partai lain, Ade mendatangi KPU Kota Bandung guna menyatakan sikap terhadap pemilu. "Kami juga meragukan hasil penghitungan karena lambatnya rekapitulasi suara hingga berhari-hari," kata Deny Suganda Imar, Ketua Dewan Pembina Kota Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.

Mereka juga mengancam tidak mau menandatangani berita acara hasil rekapitulasi tingkat kota/kabupaten. Selain itu, pimpinan parpol juga berencana mendatangkan ratusan calon pemilih yang tidak tercantum dalam DPT untuk berunjuk rasa ke KPU Kota Bandung.

Parpol yang menandatangani pernyataan tersebut antara lain Partai Barisan Nasional, Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Buruh, Partai Persatuan Daerah, dan Partai Perjuangan Indonesia Baru.

Sarifudin, Ketua DPC Partai Nasional Indonesia Marhaenisme bahkan menilai, munculnya golput merupakan skenario dari KPU dan pemerintah. "Mereka dibuat tidak bisa memilih karena tidak ada di DPT," ujarnya.

Menanggapi kekacauan DPT, Heri Sapari, Ketua KPU Kota Bandung, mengatakan sudah mengirim salinan DPT ke parpol pada 13 Maret 2009. "Kami ingin mendapat koreksi dan masukan dari partai terkait DPT tersebut. Namun, hingga tiga hari sebelum pencontrengan, hanya satu partai yang menanggapi. Itu pun DPT sudah tidak bisa ditambah lagi," lanjutnya.

Menurut Heri, KPU "dipaksa" bertanggung jawab terhadap penyimpangan yang terjadi, terutama penyusunan DPT. Padahal, Undang-Undang Pemilu dibuat DPR bersama pemerintah, sedangkan KPU berperan sebagai penyelenggara.

Panitia Pengawas Pemilu Kota Bandung tidak terlalu menghiraukan berbagai laporan pelanggaran yang disampaikan 21 pimpinan parpol. "Hal itu tidak bisa karena sudah melewati batas waktu, yakni tiga hari setelah pemungutan," kata Cecep Dudi Suhaeli, anggota Panwaslu Kota Bandung.

Pengamat politik dari Universitas Katolik Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, berpendapat, ketidakpuasan parpol atas kinerja KPU sah-sah saja. Ketidakpuasan itu secara proporsional seharusnya terkait persoalan hukum dan administratif, bukan berunjuk rasa yang bernuansa politis.

"Jika ada bukti yang menunjukkan KPU Bandung sengaja mengabaikan hak pilih warga dengan tidak memasukkannya dalam DPT, tempuh jalur hukum, yakni melaporkannya ke kepolisian. Jika berupa kesalahan administratif, KPU Bandung bisa dilaporkan ke KPU provinsi atau KPU pusat agar diproses oleh Dewan Kehormatan," ujarnya.
0 comments:

Post a Comment


Text Link Ads